top of page

Ramadhan Meningkatkan Kecerdasan Emosional

  • Writer: Dewisri Mulyanita
    Dewisri Mulyanita
  • May 1, 2021
  • 3 min read

Ibadah di bulan Ramadhan dengan Keberkahannya



Tidak terasa bulan Ramadhan sudah terlewati lebih dari dua pekan. Banyak kebaikan yang bisa dipetik di bulan suci ini. Kebaikan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Selain itu, ibadah-ibadah di bulan suci ini tidak hanya untuk menambah kedekatan spiritual dengan Allah, tetapi juga memberikan manfaat untuk duniawi. Salah satu manfaat yang diberikan untuk duniawi adalah meningkatkan kecerdasan emosional. Apa itu?


Dr. Rangga Almahendra S.T., MM. menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol emosi diri serta memahami emosi orang lain. Hal itulah yang mempengaruhi pikiran dan perilaku diri kepada orang lain. Tujuannya, meningkatkan kefektifan hubungan personal antar manusia. Ada pula komponen utama dari kecerdasan ini menurut Daniel Goleman, yaitu:



Lalu, bagaimana kebaikan-kebaikan di bulan Ramadhan dapat meningkatkan kecerdasan emosional? Berikut pembahasan ibadah-ibadah yang berkaitan dengan peningkatan itu:



1. Berpuasa.

Salah satu tujuannya adalah menahan diri dari hawa nafsu yang berupa perkataan maupun perbuatan. Nafsu yang dimaksudkan merupakan nafsu syahwat, amarah, kesedihan, dan sebagainya. Hal tersebut dapat melatih umat Muslim untuk meningkatkan kesadaran dan pengendalian emosi diri, serta motivasi internal dalam beribadah. Bagaimana bisa?


Berpuasa mengharuskan seseorang untuk menahan emosi. Seseorang perlu untuk menyadari emosi yang dirasakan agar dapat mengendalikannya. Jika tidak dapat mengendalikannya, pahala dan esensi/makna dari berpuasa akan berkurang.


Lalu, Rasulullah bersabda dalam Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim: “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. Jika dilakukan dengan benar, dapat ditarik sebuah makna, yaitu berpuasa harus berasal dari hati (ikhlas dan mengharapkan pahala dari Allah) yang akan meningkatkan motivasi internal.


Dilansir dari Merdeka.com, menurut Toni Ervianto, ibadah puasa merupakan perpaduan alat ukur yang sempurna untuk mengetahui seberapa besar “intellectual quotient, emotional quotient, dan spiritual quotient” manusia. Hal tersebut perlu dalam menghadapi hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tidak stabil dan terus berkembang dengan cepat.



2. Bersedekah.

Menurut istilah, sedekah merupakan ibadah dengan memberi sebagian materi atau bukan materi (perilaku baik) secara sukarela. Imam Izzudin Al-Sulami mengatakan: “Karena sesungguhnya orang berpuasa ketika dia merasakan lapar, dia mengingat rasa lapar itu. hal itulah yang memberikan dorongan kepadanya untuk memberi makan pada orang (lain) yang lapar”.


Maka, dengan berpuasa, umat Muslim dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang kurang mampu dalam ekonomi. Diharapkannya timbul empati yang melahirkan motivasi internal untuk bersedekah. Dengan bersedekah, akan ada pula kemungkinan lahirnya keahlian dalam mengelola hubungan sosial.



3. Berzakat.

Menurut istilah, zakat merupakan kewajiban muslim untuk mengeluarkan sebagian harta tertentu jika telah memenuhi syarat tertentu dalam Islam, dan diberikan kepada orang-orang dari golongan tertentu yang berhak menerimanya. Tentunya hal ini sudah ditentukan oleh agama.


Allah menilai kebaikan yang dilakukan oleh umat-Nya berdasarkan tujuannya. Maka, walau bersifat wajib, tetap perlu adanya motivasi internal dalam berzakat agar berpahala dan hidupnya berkah. Berzakat juga memunculkan kemungkinan timbulnya keahlian dalam mengelola hubungan sosial.



4. Shalat Tarawih.

Shalat tarawih merupakan ibadah shalat sunnah pada malam hari (antara waktu Isya dan Subuh) di bulan Ramadhan. Pelaksanaannya biasanya berjama’ah di masjid. Dengan begitu, kebersamaan antar bertetangga dapat terjalin melalui ibadah. Jika dilakukan di rumah secara berjama’ah, juga akan menimbulkan rasa kebersamaan. Hal ini dapat meningkatkan keahlian dalam mengelola hubungan sosial dengan orang lain, baik dengan keluarga sendiri maupun tetangga.


Simpulan

Setelah mengetahui hal-hal itu, apa tujuan besar dari ibadah yang mengajarkan kecerdasan emosional?


Dilansir dari Bagi Ilmu, dalam tes emotional quotient inventory (EQ-I) oleh Reuren BarOn (2006), dinyatakan bahwa tes tersebut mengukur kompetensi dan kemampuan seseorang dalam mengolah kesadaran diri, kepandaian dalam bersyukur dan bahagia, serta memecahkan masalah dalam tekanan. Menurut penelitian Daniel Goleman, kinerja seseorang didominasi pengaruh dari kecerdasan emosional (sebesar 80%) dibanding kecerdasan intelektual (sebesar 20%).


Maka, tujuan besarnya adalah meningkatnya pengendalian diri dan rasa syukur yang menjadi senjata utama untuk memecahkan masalah saat berada ditekanan. Hal tersebutlah yang akan menjadi perisai untuk bertahan hidup dan akan membawa seseorang kedalam kebahagiaan.


Selain menjalani perintah Allah, ada baiknya jika kita juga mengkaji lebih dalam mengenai agama dengan referensi-referensi terpercaya. Dan (dalam mencari referensi kajian/tafsir) kembali kepada kepercayaan masing-masing. Karena inti dari agama adalah nilai yang diyakini oleh masing-masing orang. Ingatlah bahwa agama apapun selalu mengajarkan kebaikan dan jika tidak, mungkin itu adalah ciptaan dari orang-orang yang berkepentingan.


Tinggalkan komentar di bawah jika ada pertanyaan, tanggapan, ataupun sanggahan.

Referensi




Comments


Post: Blog2_Post

Subscribe Form

Thanks for submitting!

  • Instagram
  • Twitter

©2021 by edukasi bercerita. Proudly created with Wix.com

bottom of page