top of page

Hustle Culture di Kalangan Pelajar: Masalah dari Ngambis

  • Writer: Dewisri Mulyanita
    Dewisri Mulyanita
  • May 22, 2021
  • 3 min read

ree

Di era sekarang, rasanya baru ditinggal ke kamar mandi, sudah ada berita baru lagi. Entah itu berita bahagia atau sebaliknya. Sering kali kita melihat teman atau kerabat yang selalu berkarya atau menorehkan prestasi. Seakan mereka tidak pernah berhenti untuk menggapai impiannya dengan terus menerus bekerja keras.


Tapi kamu pernah berpikir kalau kamu melakukan kesalahan karena merasa tidak produktif, lalu, kamu terpacu untuk lebih produktif bahkan merelakan waktu tidur? Berarti kamu mengikuti fenomena yang bernama Hustle Culture.


Mungkin beberapa dari kalian tidak asing dengan istilah ini. Belakangan ini, istilah Hustle Culture ramai diperbincangkan. Tapi apakah kamu tahu bagaimana Hustle Culture kalangan pelajar Indonesia?


Hustle Culture merupakan gaya hidup seseorang yang berpikir bahwa dirinya harus terus bekerja keras dengan istirahat yang singkat. Dia berpikir bahwa istirahat itu membuang-buang waktu dan jika dia memaksimalkan waktunya untuk bekerja, dikemudian hari, dia akan sukses secara finansial. Dia juga beranggapan bahwa yang tidak melakukan banyak kegiatan adalah orang yang kurang produktif. Fenomena gaya hidup atau budaya ini selaras dengan jaman sekarang, yaitu modern capitallism. Budaya ini dipopulerkan oleh beberapa tokoh publik, seperti Elon Musk dan Steve Jobs.


Selain itu, budaya ini didukung oleh lingkungan kita. Aturan-aturan dan tuntutan tertentu menekan kita untuk selalu produktif. Dunia dikalangan pelajar tidak kalah kompetitif dari dunia kerja. Stigma atau pemikiran dari masyarakat mengenai tujuan sekolah itu hanya untuk mencari uang (bekerja) adalah salah satu alasannya. Berhubungan dengan itu, ada tiga masalah yang sering dihadapi pelajar, yaitu:


  1. Pelajar dituntut untuk selalu produktif oleh lingkungannya. Lingkungan keluarga maupun sekolah menuntut produktivitas pelajar. Tidak jarang, beberapa keluarga yang mengedepankan prestasi dan gengsi menuntut pelajar untuk terus belajar. Ada pula yang menuntut pelajar untuk mampu menguasai banyak bidang, padahal belum tentu si pelajar mau dan mampu. Selain itu, lingkungan sekolah juga menuntut produktivitas dengan memberikan tumpukan tugas setiap minggunya.

  2. Para pelajar berlomba-lomba menjadi yang paling pintar dan berbakat dalam bidang akademik ataupun non-akademik. Mereka berpikir bahwa dengan memiliki banyak prestasi akan membantu mereka menghasilkan uang secara langsung atau saat mereka memasuki dunia kerja. Aturan main seperti ini tidak mudah untuk diubah karena belum adanya alternatif tolok ukur pengetahuan dan keahlian yang mudah diaplikasikan. Maka, dibutuhkannya bukti semacam nilai rapot, piagam, dan sertifikat.

  3. Media sosial sering berisi konten yang dianggap produktif oleh pelajar. Sebagai salah satu kalangan yang sering memakai media sosial, pelajar juga terpengaruh hustle culture. Padahal konten yang mereka lihat tidak berasal dari satu orang. Artinya semua orang produktif, tetapi satu orang tidak selalu produktif. Mereka berpikir bahwa dengan menjadi produktif, mereka tidak akan dianggap pemalas atau berbeda. Beberapa dari mereka juga menginginkan sanjungan atau validasi dari banyak orang, terutama di media sosial.


Terlalu ambisi belajar, atau mengerjakan hal lainnya, bisa berdampak buruk jika tidak dikelola dengan baik. Gaya hidup ini diperparah dengan sekolah daring yang kesibukannya tidak kenal waktu. Tumpukan tugas dan kendala teknis dapat meningkatkan stres pelajar. Dituntut untuk tetap produktif seperti sebelum adanya pandemi, tetapi kenyataannya, banyak hal yang berubah. Terkadang pengerjaannya lebih cepat dan ringkas. Dilain waktu malah lebih lambat dan rumit.


Salah satu pengorbanannya adalah waktu istirahat. Jika seseorang bekerja terus menerus tanpa kenal waktu, dapat menyebabkan gangguan kecemasan, gangguan tidur, bahkan depresi pada dirinya. Berikut infografis mengenai dampak buruk bekerja terlalu lama sesuai yang dilansir oleh Homebased Journal: (bukan infografis resmi)


Dampak yang diberikan kepada pekerja bisa menjadi cerminan akan dampak kepada pelajar.


Kesimpulan & Saran

Para pelajar terjebak dalam hustle culture dari tuntutan berbagai pihak. Jika masalahnya diuraikan, ternyata menjadi pelajar di jaman modern capitalism tidaklah mudah. Hal ini dapat menimbulkan masalah kesehatan fisik maupun mental pelajar. Demi menghindari dampak buruk hustle culture, sebagai salah satu kalangan yang tidak ada kuasa lebih untuk mengubah tuntutan-tuntutan itu, pelajar perlu merawat kesehatan fisik dan mentalnya minimal dengan pola makan yang sehat, olahraga ringan, istirahat yang cukup dan mengelola waktu (menyusun skala prioritas dan jadwal kegiatan).


Jangan lupa tinggalkan komentar di bawah jika ada pertanyaan, tanggapan, ataupun sanggahan.

Comments


Post: Blog2_Post

Subscribe Form

Thanks for submitting!

  • Instagram
  • Twitter

©2021 by edukasi bercerita. Proudly created with Wix.com

bottom of page