top of page

Mematahkan Stigma: Perempuan Tidak Perlu Menempuh Pendidikan yang Tinggi

  • Writer: Dewisri Mulyanita
    Dewisri Mulyanita
  • Jan 16, 2022
  • 4 min read

Mematahkan Stigma dengan Data dan Fakta



Katanya, perempuan tidak perlu menempuh pendidikan tinggi. Mereka bilang, nanti perempuan ujung-ujungnya hanya berurusan di dapur. Ada juga yang bilang, nanti susah jodoh. Karena dianggap perempuan yang terlalu pintar akan kurang diminati laki-laki untuk dijadikan pasangan hidup. Tapi apakah dua stigma itu benar?


Untuk memudahkan pemahaman, isi artikel ini akan dibagi menjadi 4, yaitu:


Peran perempuan

Dilansir dari UIN Sunan Gunung Djati, sejak zaman yunani, perempuan diposisikan setelah laki-laki. Seiring waktu, para perempuan memperjuangkan hak-haknya agar setara dengan laki-laki. Dibantu juga dengan perkembangan teknologi yang semakin mendukung kesetaraan gender bahkan kelas sosial.


Sayangnya, budaya patriarki masih lekat pada pemikiran sebagian besar masyarakat sampai sekarang. Bukan hanya laki-laki, bahkan sebagian perempuan masih mengakui pemikiran itu. tidak sedikit perempuan yang ingin mematahkan stigma itu. dan kini sudah banyak perempuan hebat yang memberikan pengaruh besar bagi publik. Berikut secuil deretan tokoh perempuan yang berpengaruh di zaman sekarang:




Pernikahan

Pendidikan tinggi tidak menghalangi perempuan dalam urusan mencari pasangan hidup. Berikut deretan nama perempuan dengan pendidikan tinggi dan pasangannya:



Dari tabel tersebut, terbukti bahwa pendidikan tinggi tidak menghalangi dalam mencari dan menentukan pasangan hidup.


Tujuan

Tujuan dari menempuh pendidikan tinggi bagi perempuan adalah:


1. Meningkatnya kualitas diri dan orang lain

Kualitas diri dari segi pengetahuan, pola pikir dan karakter akan meningkat. Pengetahuan dari berbagai sumber dan banyaknya pengalaman akan mempengaruhi dan meningkatkan kualitas seseorang. Dengan peningkatan ini, seseorang perlahan akan mempengaruhi kualitas pemikiran dan karakter lingkungannya.


Selain itu, perempuan sebagai calon ibu akan memberikan contoh yang baik kepada anaknya dari segi kualitas diri. Karena pendidikan yang pertama kali didapat adalah dari lingkungan, dalam hal ini, keluarga.


2. Menjadi lebih mandiri

Dengan pendidikan yang tinggi, jenjang karir yang bisa diraih juga semakin tinggi dan bagus. Karir yang bagus akan memberikan kemandirian secara finansial kepada seseorang. Perempuan dengan finansial yang bagus, memiliki kemungkinan untuk tidak terburu-buru dalam pernikahan. Tidak jarang pernikahan digunakan sebagai alternatif ekonomi keluarga.


3. Meraih cita-cita

Dibeberapa kasus, meraih cita-cita mungkin tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Itu tergantung apa cita-cita yang dimiliki. Tapi dengan pendidikan tinggi, seseorang akan mengetahui bagaimana mereka harus melangkah. Cita-cita yang tercapai akan memberikan kepuasan tersendiri. Terlihat sepele, tapi jika melihat dampak jangka panjangnya, hal itu akan memudahkan perempuan dalam berkarir dan menjalani hidupnya.


4. Meluasnya lapangan kerja

Dengan kualitas pendidikan yang lebih tinggi, otomatis karir perempuan akan lebih cepat naik. Tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa perempuan akan menjadi wirausaha dan memperluas lapangan pekerjaan. Kini, tidak sedikit yang telah melakukannya. Contohnya, usaha makanan ringan rumahan oleh seorang ibu rumah tangga. Bahkan mereka mempekerjakan sesama perempuan juga.


Dampak

Dilansir dari Hipotesa dalam videonya, berdasarkan hasil PISA 2018, kemampuan dalam memahami matematika, IPA, dan membaca pada siswi (murid perempuan) lebih baik dibanding siswa (murid laki-laki). Maka, jika menaikkan kualitas pendidikan secara individu bagi perempuan, akan menaikkan kualitas pendidikan secara umum. Selain perempuan dapat menciptakan inovasi untuk publik, perempuan juga dapat menjadi ibu yang memberikan kualitas pendidikan yang lebih baik kepada generasi selanjutnya.


Menurut Supriyadi dari The Columnist, pendidikan tinggi bagi perempuan dalam rumah tangga dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan keluarga. Jika banyak keluarga yang meningkat dari segi ekonomi dan kesejahteraan, dapat berdampak pada kesejahteraan sebuah bangsa.



Simpulan

Pemikiran bahwa perempuan ujung-ujungnya hanya berurusan di dapur adalah hal yang sudah kedaluwarsa (out of dated). Zaman telah banyak berkembang dari masa ke masa. Pergeseran peran orang-orang ikut berubah sesuai dengan kondisi setiap masanya. Seiring berkembangnya pendidikan yang didapat, orang-orang melahirkan ide-ide yang mendukung kemajuan peradaban. Perjuangan hak-hak perempuan dan kemajuan teknologi mempengaruhi isu kesetaraan gender ke arah yang lebih baik. Kini, sudah banyak perubahan terjadi, banyak perempuan yang berperan penting dan mempengaruhi lingkungannya dalam skala kecil sampai besar.


Stigma mengenai susah jodoh karena dianggap perempuan yang terlalu pintar akan kurang diminati laki-laki untuk dijadikan pasangan hidup. Pada kenyataannya, sudah banyak perempuan dengan pendidikan tinggi yang menikah. Yang terpenting adalah kemampuan salah satu atau kedua pihak (pasutri) dalam memahami pasangan dan menempatkan diri.


Maka, dari pembahasan ini bisa menjadi bukti bahwa stigma-stigma tersebut mengenai perempuan berpendidikan tinggi dapat dipatahkan, ditepis atau dilawan. Dengan pemikiran bahwa stigma tersebut bersifat mutlak atau absolut (fixed mindset) oleh sebagian masyarakat, dapat menghambat kemajuan diberbagai bidang. Maka, perlu adanya pemikiran bahwa berbagai hal dapat diubah dan perlu terbuka dengan perubahan yang ada (growth mindset) dalam menyikapi masalah apapun, dalam hal ini adalah stigma masyarakat. Agar kemajuan positif, minimal, dapat terjadi pada diri sendiri dan lingkungannya.


Privilege is not in and of itself bad; what matters is what we do with privilege. I want to live in a world where all women have access to education, and all women can earn PhD’s, if they so desire. Privilege does not have to be negative, but we have to share our resources and take direction about how to use our privilege in ways that empower those who lack it.

- Bell Hooks, Homegrown: Engaged Cultural Criticism




Tinggalkan komentar di bawah jika ada pertanyaan, tanggapan, ataupun sanggahan. Jangan lupa berlangganan blog Edukasi Bercerita untuk mendapatkan notifikasi terbaru seputar pendidikan setiap pekannya.

Referensi

Comments


Post: Blog2_Post

Subscribe Form

Thanks for submitting!

  • Instagram
  • Twitter

©2021 by edukasi bercerita. Proudly created with Wix.com

bottom of page